INCOTERMS – 2000
1. Tujuan dan ruang lingkup Incoterms
Tujuan Incoterms adalah untuk menyediakan seperangkat peraturan internasional untuk memberikan penafsiran atas sejumlah istilah perdagangan yang biasa dipakai dalam perdagangan luar negeri. Jadi ketidakpastian dari aneka penafsiran dari istilah itu diberbagai negara dapat dihindari atau sekurangnya dapat dikurangi.
Sering terjadi pihak-pihak yang terkait dengan suatu kontrak kurang menyadari adanya perbedaan praktek diantara negara bersangkutan. Hal itu dapat menambah kesalahpahaman, perselisihan dan proses pengadilan, yang akan membuang-buang waktu, tenaga dan akhirnya pada uang . Untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini, maka Kamar Dagang Internnsional buat pertama kali pada tahun 1936 menerbitkan seperangkat peraturan internasional untuk penafsiran syarat-syarat perdagangan ( Trade Terms ) Peraturan itu dikenal sebagai “Incoterms 1936 ". Perubahan-perubahan dan tambahan telah dilakukan kemudian berturut-turut tahun I953, 1967, 1976, 1980, 1990 dan tahun 2000 untuk menjadikan peraturan ini sejalan dengan praktik perdagangan internasional yang berlaku.
Perlu ditekankan bahwa ruang lingkup dari Incoterms ini hanya terbatas pada materi yang berhubungan dengan hak-hak dan kewijiban dan pihak – pihak yang terkait dari Kontrak Jual-Beli yang berkenaan dengan penyerahan barang-barang yang, diperdagangkan ( dalam pengertian barang yang dapat diraba ( tangible = wadag ), tidak termasuk baranp yang tak dapat diraba seperti perangkat lunak komputer ).
Terlihat adanya dua buah kesalahpahaman tenting Incoterms yang sangat lazim. Pertama Incoterms sering disalahpahami sebagai aplikasi dari kontrak-pengangkutan melebihi dari kontrak jual-beli. Kedua Incoterms kadangkala secara keliru dianggap menyediakan untuk semua pihak kewajiban-kewajiban yang pihak-pihak terkait mengigini untuk dimasukkan di dalam kontrak jual-beli.
Seperti selalu ditegaskan oleh KDI ( Kamar Dagang Internisiorial = ICC), Incoterms hanya menyangkut hubungan antara penjual dan pembeli dalam suatu kontrak jual Beli, dan : terbatas dalam masalah tertentu saja.
Sementara itu adalah penting sekali bagi exportir dan importir untuk mempertimbangkan hubungan praktis antara berbagai kontrak dalam mengaktualisasikan suatu kontrak jual-beli internasional, dimana tidak hanya kontrak jual beli yang dibutuhkan, tetapi juga kontrak angkutan, asuransi, pembiayaan, sedangkan Incoterms hanya berhubungan dengan dalah satu saja dari ketiga jenis kontrak itu, yakni dengan Kontrak Jual-Beli saja.
Namun begitu, pihak-pihak yang terlibat dengan perjanjian itu yang memakai salah satu syarat Incoterms ini mempunyai dampak juga terhadap kontrak-kontrak lainnya. Sebagai contoh, seorang penjual yang menyetujui CFR atau CIF tak mungkin melaksanakan kontrak itu dengan memakai alat angkutan lain, selain dari menpergunakan angkutan laut, karena dengan syarat perdagangan ini penjual mengajukan “ Bill of Lading” atau dokumen angkutan laut lainnya kepada Pembeli yang mustahil dapat diberikan oleh alat angkut jenis lain. Selanjutnya dokumen yang diminta oleh suatu Kredit berdokumen dengan sendirinya tergantung pada jenis alat angkut yang direncanakan akan dipakai.
Kedua, Incoterms berurusan dengan sejumlah kewajiban-kewajiban tertentu yang diharuskan kepada pihak-pihak terkait - seperti kewajiban penjual untuk menempatkan barang-barang kedalam kewenangan Pembeli atau menyerahkannya untuk diangkut atau menyerahkannya di tempat tujuan. Juga berhubungan dengan pembagian resiko antara pihak-pihak terkait dalam kasus-kasus itu.
Selanjutnya Incoterms ini berurusan pula dengan masalah penyelesaian izin ekspor dan impor barang, pengepakan barang-barang, kewajiban pembeli untuk menerima penyerahan barang, dan kewajiban untuk membuktikan bahwa tugas itu sudah dilaksanakan, kendatipun Incoterms amat penting dalam melaksanakan suatu kontrak jual beli, namun sejumlah besar masalah yang mungkin dapat terjadi atas kontrak itu, sama sekali tidak punya hubungan dengan Incoterms, seperti masalah pengalihan pemilikan dan hak-hak intelektual lainnya, pembatalan kontrak dan akibat lanjutan dari pembatalan itu serta pengecualian beban tugas pada situasi tertentu. Perlu ditekankan bahwa Incoterms bukanlah dimaksudkan sebapai pengganti dari syarat-syarat kontrak yang dibutuhkan oleh suatu kontrak jual beli yang lengkap baik dengan mencantumkan istilah yang baku ataupun dengan memakai istilah yang disepakati bersama.
Pada umumnya, Incoterms tidak bersangkut paut dengan akibat dari pembatalan suatu kontrak dan dari setiap pembebasan beban tugas apapun sehubungan dengan aneka kendala. Semua masalah itu harus dicari penyelesaiannya dari penjelasan yang terdapat dalam kontrak Jual Beli yang bersangkutan dan hukum yang berlaku.
Incoterms selalu diutamakan untuk dipakai untuk barang-barang, yang dijual dengan penyerahan melewati perbatasan negara, jadi menjadi syarat-syarat perdagangan internasional. Namun demikian dalam praktek seringkali juga dipakai di dalam kontrak penjualan barang - barang yang sebenarnya murni perdagangan dalam negeri. Bila Incoterms dipakai dalam hal seperti itu, maka pasal-pasal A2 dan B2 dan keterangan lain yang menyangkut masalah ekspor-impor, dengan- sendirinya menjadi mubazir.
2. Kenapa Incoterms di Revisi ?
Sebab utama dilakukannya serangkaian revisi dari Incoterms adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan praktek bisnis. Dalam revisi tahun 1980 telah diperkenalkan Syarat Free Carrier ( kini FCA) untuk menyesuaikan dengan kasus-kasus dimana titik penerimaan barang dalam perdagangan (di laut) tidak lagi seperti penyerahan FOB tradisional ( meliwati pagar kapal), tetapi di satu titik di darat, sebelum barang dimuat ke atas kapal, dimana barang-barang dimuat terlebih dulu kedalam Petikemas untuk selanjutnya di angkut melalui laut atau dengan alat transpor lain secara kombinasi ( yang disebut dengan “ gabungan “ atau aneka wahana ).
Selanjutnya pada revisi tahun 1990, pasal-pasal yang menyangkut kewajiban penjual tentang bukti penyerahan barang yang tadinya dalam bentuk dokumen kertas, telah dapat diganti dengan EDI-Messages, asalkan pihak-pihak terkait sepakat untuk melakukan komunikasi dengan media elektronika. Pendek kata selalu diupayakan penyempurnaan Incoterms untuk memudahkan implementasinya.
3. Incoterms 2000
Selama proses revisi, yang memakan waktu dua tahun, KDI telah meminta pandangan dan tanggapan atas konsep /pengganti ini dari dunia perdagangan yang mewakili berbagai sektor melalui komite nasional yang menjadi mitra kerja KDI .
Sungguh mengembirakan bahwa proses revisi ini telah mendapat reaksi dari para pemakai diseluruh dunia dibandingkan dengan revisi sebelumnya Hasil dari dialog itu adalah incoterms 2000 , suatu versi baru yang kalau dibandingkan dengan Incoterms-1990 mengalami sedikit perubahan. Jelas bahwa kini Incoterms dikenal diseluruh dunia dan karenanya KDI memutuskan untuk mengkonsolidasi pengakuan dunia itu dan menghindari perubahan. Disisi lain, usaha yang sungguh–sungguh telah dilakukan untuk menjamin bahwa kata-kata yang dipakai didalam Incoterms-2000 ini secara jelas dan tepat menggambarkan praktek bisnis yang sesungguhnya. Namun begitu perubahan yang, substansial telah dilakukan mengenai dua hal :
1. Penyelesaian Pabean dan Pembayaran kewajiban pembayaran pajak pada Syarat FAS dan DEQ
2. Kewajiban Muat/Bongkar pada Syarat FCA.
Semua perubahan baik yang, substansial maupun formal telah dilakukan atas dasar penelitian yang mendalam diantara para pemakai Incoterms dan masalah khusus yang ditanyakan sejak tahun 1990 oleh para pakar Incoterms, yang merupakan suatu badan yang didirikan untuk memberikan pelayanan tambahan bagi para pemakai Incoterms.
4. Pemakaian Incoterms dalam Kontrak Jual Beli
Dengan melihat perubahan -perubahan yang dibuat terhadap Incoterms dari waktu ke waktu, adalah penting bagi pihak-pihak yang ingin memakai Incoterms di dalam menyusun kontrak Jual belinya, untuk merujuk pada .Incoterms yang sedang berlaku. Hal ini akan mudah terabaikan, misalnya , suatu rujukan dibuat kepada Incoterms versi terdahulu didalam suatu kontrak Jual Beli, atau didalam formulir Surat Pesanan yang dibuat oleh para pedagang . Kegagalan dalam merujuk pada Incoterms yang sedang berlaku bisa menimbulkan perselisihan, apakah yang dimaksud Incoterms yang sedang berlaku, ataukah Incoterms yang sebelumnya. Para pengusaha yang ingin mempergunakan Incoterms 2000 harus jelas menyebutkan bahwa kontrak yang dibuatnya tunduk pada ketentuan Incoterms 2000.
5. Struktur Incoterms
Dalam tahun 1990 untuk memudahkan pengertian, maka syarat-syarat di kelompokkan ke dalam empat kategori, mulai dengan syarat-syarat dimana Penjual hanya menyiapkan barang untuk pembeli di tempat penjual sendiri (Syarat E = Ex Works) disusul kelompok kedua dimana
Penjual hanya menyiapkan barang untuk pembeli di tempat Penjual sendiri ( Syarat E = Ex Works ) disusul kelompok kedua dimana Penjual diminta untuk meyerahkan barang, kepada pengangkut yang ditunjuk Pembeli ( Syarat F = FCA, FAS dan FOB), dilanjutkan dengan Syarat C dimana Penjual harus mengontrak angkutan tetapi tanpa menanggung resiko kerugian dan kerusakan atas barang-barang atau biaya tambahan akibat peristiwa yang terjadi setelah pengapalan pemberangkatan barang-barang (CFR,CIF, CPT dan CIP ) dan akhirnya syarat D dimana Penjual harus memikul semua biaya dan resiko yang diperlukan untuk membawa barang-barang ke Tempat Tujuan (DAF, DES, DEQ, DDU atau DDP). Skema berikut ini menggambarkan klasifikasi dari syarat-syarat perdagangan itu.
INCOTERMS 2000
Group E Pemberangkatan
EXW Ex Works (... disebut nama tempat )
Group F Angkutan Utama belum dibayar
FCA Free Carrier ( ... disebut nama tempat, )
FAS Free Alongside Ship (... disebut Nama Pelabuhan Pengapalan )
FOB Free On Board (... disebut Nama Pelabuhan Pengapalan)
Group C AngkutanUtama dibayar
CFR Cost and Freight ( ... disebut Nama Pelabuhan Tujuan )
CIF Cost, Insurance and Freight (... disebut Nama Pelabuhan tujuan)
CPT Carriage Paid To (disebut Nama Tempat Tujuan )
CIP Carriage and Insurance Paid To (... disebut Nama Tempat Tujuan)
Group D Sampai tujuan
DAF Delivered At Frontier (... disebut nama tempat )
DES Delivered Ex Ship (.. disebut nama pelabuhan tujuan)
DEQ Delivered Ex Quay (..disebut nama pelabuhan tujuan)
DDU Delivered Duty Unpaid (... disebut nama tempat tujuan )
DDP Delivered Duty Paid (... disebut nama tempat tujuan )
Selanjutnya untuk semua Syarat Perdagangan, seperti halnya dalam Incoterms 1990, kewajiban dari pihak-pihak terkait dikelompokkan menjadi 10 kelompok judul, dimana tiap judul pada sisi Penjual, merupakan kebalikan dari kewajiban Pembeli menyangkut materi yang sama.
6. Terminologi
Pada waktu menyusun Incoterms 2000, telah diupayakan adanya konsistensi dalam aneka perumusan yang dipakai di dalam ketigabelas Syarat Perdagangan. Karena itu rumusan yang berbeda untuk sesuatu hal yang sama telah dicoba untuk dihindari. Begitu pula dimana mungkin rumusan yang sama seperti terdapat dalam UN Convention on Contracts for the International Sale of Goods - 1980 (CISG) juga dipakai.
“shipper”
Di dalam beberapa kasus di rasa perlu untuk memakai istilahyang sama untuk mengungkapkan dua buah arti yang berbeda disebabkan karena memang tidak ada istilah pengganti yang tersedia. Pengusaha akan terbiasa dengan kesulitan semacam itu baik dalam urusan kontrak Jual Beli maupun dalam urusan Kontrak Angkutan. Misalnya istilah ”shippers” berarti baik sebagai orang yang menyerahkan barang untuk diangkut atau orang yang membuat kontrak dengan pengangkut, namun demikian kedua-dua “shippers” ini mungkin sekali orang yang berbeda, contohnya seperti dalam kontrak FOB, dimana penjual harus menyerahkan barang kepada pengangkut sedangkan pembeli harus membuat kontrak dengan pengangkut.
“delivery”
Penting sekali untuk dicatat bahwa istilah ”delivery” telah dipakai dalam dua arti yang berbeda pada Incoterms. Pertama dipakai untuk menentukan kapan Penjual telah menyelesaikan kewajibannya untuk menyerahkan barang seperti dimaksud dengan pasal A4 yang terdapat dalam seluruh syarat Incoterms. Kedua istilah ”delivery” juga dipakai dalam hubungan kewajiban Pembeli untuk mengambil atau menerima barang-barang, kewajiban sebagai dimaksud dalam pasal B4 dalam semua Syarat Perdagangan Incoterms. Penggunaan dalam konteks yang kedua ini, istilah "delivery”berarti pertama bahwa pembeli menerima segala bentuk syarat penyerahan C, yakni bahwa penjual memenuhi kewajiban untuk melakukan pengepakan barang, dan yang kedua pembeli diwajibkan untuk menerima barang itu. Kewajihan yang disebut belakangan ini adalah penting untuk menghindari biaya-biaya yang tidak perlu untuk sewa gudang sampai barang-barang itu diambil oleh pembeli. Sebagai contoh misalnya dalam term CFR dan CIF, pembeli berkewajiban menerima penyerahan barang dan untuk menerimannya dari pengangkut. Dan sekiranya pembeli gagal untukmelakukan hal itu maka dia biasa jadi berkewajiban untuk membayar kerusakan barang kepada penjual yang telah membuat kontrak angkutan dengan pengangkut atau sebaliknya pembeli mungkin harus membayar “demurrage”
untuk memungkinkan pengangkut menyerahkan barang-barang kepada pembeli dengan mengatakan bahwa pembeli harus menerima penyerahan. Hal ini tidak berarti bahwa pembeli telah menerima barang-barang sesuai dengan yang dimaksud dengan kontrak jual-beli, tetapi hanyalah menyatakan bahwa pembeli mengakui bahwa penjual telah melakukan kewajibannya menyerahkan barang untuk diangkut sesuai dengan kontrak angkutan yang harus dilakukannya sesuai Pasal A3 dari Syarat C. Dengan demikian bila pembeli pada waktu menerima barang-barang, di tempat tujuan ternyata tidak cocok dengan uraian yang disebut dalam kontrak jual-beli, maka pembeli harus bisa memperoleh ganti rugi sesuai ketentuan kontrak jual- beli atau ketentuan hukum yang dapat dipergunakan untuk menuntut penggantian itu kepada penjual, Masalah seperti ini seperti sudah dijelaskan adalah diluar ruang lingkup Incoterms.
Dimana perlu, Incoterms - 2000 telah memakai istilah ”menempatkan barang, kedalam kewenangan pembeli, bila barang barang itu telah disediakan untuk pembeli di tempat khusus. Pernyataan ini dimaksudkan mempunyai arti yang sama dengan “handing over the goods” atau menyerahkan barang sebagaimana dimaksud dengan United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods - 1980.
" usual it”
Kata “usual” muncul dalam beberapa syarat Perdagangan seperti dalam EXW sehubungan dengan waktu penyerahan (A4) dan didalam Syarat C, sehubungan dengan dokumen yang menjadi kewajiban Penjual untuk melengkapinya dan didalam kontrak angkutan yang harus disiapkan oleh Penjual (A8, A3). Jelas bahwa sulit sekali unttik menjelaskan kata “usual” secara tepat, namun dalam beberapa kasus, adalah mungkin untuk menentukan siapa dalam kegiatan bisnis yang bisa melakukan suatu tugas, lalu pengalaman praktis ini lalu dijadikan petunjuk. Dalam hal ini, kata “usual atau biasa”lebih membantu dibandingkan dengan kata “reasonable atau wajar” yang membutuhkan suatu kepastian bukan terhadap dunia praktek, tetapi terhadap prinsip yang lebih rumit tentang itikad baik dan kejujuran. Dalam beberapa hal, malah dipandang perlu untuk memutuskan apa itu “reasonable atau wajar ". Namun begitu didalam kata “usual atau biasa” pada umumnya lebih diutamakan dibandingkan dengan kata “reasonable atau wajar ''.
“Charges”
Berkenaan dengan kewajiban untuk mengurus formalitas impor, adalah penting untuk menetapkan apa yang dimaksudkan dengan “charges atau biaya” yang harus dibayar atas barang-barang impor. Didalam Incoterms-1990 ungkapan “official charges payable upon exportation and importation of the goods atau biaya resmi” yang dibayarkan atas barang-barang ekspor dan impor “telah dipergunakan dalam syarat DDP – A6. Dalam Incoterms – 2000 DDP-A6 telah dihapuskan. Alasannya karena ungkapan itu telah menimbulkan ketidakpastian dalam menentukan apakah sesuatu biaya “official = resmi” atau bukan. Tidak ada perubahan yang mendasar dengan menghilangkan ungkapan ini. Biaya-biaya yang harus dibayar hanyalah biaya yang berhubungan dengan pengimporan barang itu yang memang harus dibayar sesuai dengan ketentuan impor yang berlaku. Setiap biaya tambahan lain yang dipungut oleh individu yang berhuhubungan dengan pengimporan itu tidak perlu dimasukkan dalam pengertian biaya ini, seperti biaya sewa gudang yang tak berhubungan dengan masaalah izin seperti pengeluaran barang ini. Tetapi pelaksanaan kewajiban ini mungkin saja memerlukan biaya untuk para makelar kepabeanan atau badan usaha jasa transportasi ( freight forwarder ) bila pihak yang berkewajiban melaksanakan tugas mengurus izin pabean itu, tidak melakukan sendiri tugas itu.
“ports,places. points and premises”
Sepanjang yang menyangkut tempat dimana barang-barang harus diserahkan, dalam Incoterms telah dipakai beberapa ungkapan. Dalam syarat-syarat yang dimaksudkan secara khusus untuk angkutan barang melalui laut seperti FAS, FOB, CFR, CIF, DES dan DEQ, yang dipakai ungkapan “port of shipment = pelabuhan pengapalan” dan port of destination = pelabuhan tujuan” yang dipakai. Dalam kasus lainnya telah dipakai ungkapan “place = tempat ". Dalam kasus lain dirasa perlu memakai kata “point=titik pada suatu pelabuhan atau tempat yang dirasa perlu untuk diketahui oleh penjual dimana barang-barang itu tidak saja harus diserahkan di suatu wilayah seperti disuatu kota tetapi perlu diketahui pula di kota mana barang-barang itu harus diserah terimakan kedalam kewenangan pembeli.
Kontrak Jual Beli seringkali kurang member informasi tentang hal ini, dan karena itu Incoterms menegaskan bahwa bila tidak ditentukan titik yang pasti atau tempat yang disebut, dan bila terdapat beberapa titik yang tersedia, maka penjual boleh memilih titik yang lebih cocok baginya untuk melakukan kewajibannya menyerahkan barang (lihat sebagai contoh syarat FCA A4).
Bila tempat penyerahan barang itu adalah tempat penjual sendiri, maka ungkapan yang dipakai adalah “the seller’s premises = tempat kediaman penjual sendiri” (FCa A4)
“ship and vessel”
Istilah yang dimaksudkan untuk dipakai dalam pengangkutan barang melalui laut, ungkapn “ship dan vessel” adalah sama. Takperlu dikatakan lagi istilah “ship” harus dipakai bila syarat perdagangan itu sendiri berhubungan dengan istilah itu seperti dalam hal “free alongside ship (FAS) dan “delivery ex Ship" (DES). Juga dalam hal ungkapan seperti “passed the ship's rail” dalam hal FOB, maka kata-kata “ship” harus dipakai.
"checking and inspection"
Dalam pasal A9 dan B9 dari Incoterms, judul “checking – packaging - and marking “serta” inspection of the goods” telah dipakai. Kendati kata “checking” dan”inspection” adalah sama ( sinonim ) namun dirasa tepat untuk memakai kata “checking" sehubungan dengan kewajiban Penjual dalam penyerahan barang seperti disebut pasal A4 dan mempergunakan kata “inspection” untuk hal khusus seperti dalam hal “pre shipment inspection” harus dilakukan, karena inspeksi yang di maksud biasanya hanya dibutuhkan bila pembeli atau pengusaha impor - ekspor menginginkan untuk mendapat kepastian bahwa barang-barang cocok dengan yang dimaksud dalam kontrak atau mendapat penjelasan resmi sebelum barang-barang itu dimuat.
7. Kewajiban penjual dalam penyerahan
Incoterms menfokus pada kewajiban penjual dalam penyerahan barang.
Pembagian yang tegas tentang tugas dan biaya yang berhubungan dengan kewajiban penjual melakukan penyerahan barang pada umumnya tidak akan bermasalah bila pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai hubungan bisnis yang berkesinambungan.
Mereka itu akan membangun suatu kebiasaan antara mereka yang akan diikuti dalam transaksi berikutnya. Namun bila hubungan bisnis itu masih baru atau jika kontrak dibuat melalui perantaran broker sebagaimana biasa dilakukan dalam penjuaIan komoditas pertanian, maka perlu penjelasan dalam kontrak jual beli. Dan bilamana merujuk pada Incoterms 2000, maka perlu penegasan tentang pembagian tugas, biaya dan resiko.
Tentulah akan sangat disukai, jika incoterms menjelaskan secara terinci sejauh mungkin tentang kewajiban-kewajiban masing-mesing pihak sehubungan dengan penyerahan barang-barang. Dibandingkan dengan -1990, upaya kearah ini telah dilakukan dalam beberapa hal ( contohnya FCA A4). Tetapi tidak mungkin pula untuk menghindari rujukan kepada kebiasaan perdagangan dalam hal FAS dan FOB A4 ( sesuai dengan kebiasaan di pelabuhan ), dengan alasan beberapa komoditi tertentu dimana terdapat perbedaan dalam cara penyerahan barang-barang dengan syarat FAS dan FOB dibeberapa Pelabuhan laut.
8. Pengalihan resiko dan biaya yang berhubungan dengan barang.
Resiko kerugian dan kerusakan atas barang termasuk kewajiban untuk memikul biaya atas barang, beralih dari penjual kepada pembeli bila penjual telah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang. Karena pembeli tidak diberi kemungkinan untuk menunda pengambil alihan resiko dan biaya, maka semua Syarat Perdagangan menyebutkan bahwa pengalihan
resiko dan biaya dapat terlaksana bahkan sebelum penyerahan, yaitu bila pembeli tidak menerima penyerahan barang seperti disepakati atau gagal memberikan instruksi sedemikian
(sehubungan dengan waktu pengapalan dan/atau tempat penyerahan) yang mungkin diminta oleh penjual untuk memungkinkan penjual melakukan kewajibannya untuk menyerahkan barang-barang. Ada suatu persyaratan yang diminta untuk pengalihan resiko dan biaya-biaya yang prematur, bahwa barang-barang itu sudah di identifikasi dan dimaksudkan untuk pembeli, atau seperti dijelaskan di dalam Syarat perdagangan, sudah dipisahkan untuk pembeli.
Persyaratan ini penting sekali untuk Syarat EXW, karena untuk Syarat Perdagangan lainnya, barang-barang biasanya sudah diidentifikasi dan disiapkan untuk pembeli bila telah dimulai langkah-langkah untuk pengapalan atau pemberangkatannya ( Syarat F dan C ) atau penyerahannya di tempat tujuan (Syarat D ). Dalam kasus yang luar biasa, barang-barang mungkin sudah dikirim dari penjual dalam keadaan curah tanpa identifikasi mengenai kuantitas untuk pembeli dan dalam keadaan demikian maka pengalihan resiko dan biaya tidak terjadi sebelum barang itu dipisahkan secara pantas sebagaimana dimaksud diatas (lihat pasal 69.3 of the 1980 UNCC for the International Sale of Goods)
9. Syarat Perdagangan
9.1 Syarat Perdagangan E adalah syarat dalam mana kewajiban Penjual adalah minimal : Penjual hanya berkewajiban menempatkan barang kedalam kewenangan -pembeli di tempat yang disepakati biasanya di tempat kediaman penjual sendiri. Sebaliknya, Penjual seringkali membantu pembeli memuat barang-barang keatas kendaraan yang disediakan pembeli. Kendatipun syarat EXW nampaknya akan lebih baik bila kewajiban penjual diperluas dengan kewajiban untuk memuat barang, namun lebih disukai untuk mempertahankan prinsip yang lama tentang tanggung jawab yang minimum dari penjual untuk syarat EXW sehingga masih dapat dipakai untuk kasus-ksus dimana
penjual tidak mengingini tugas tambahan apapun untuk memuat barang. Jika pembeli mengingini penjual untuk melakukan tugas tambahan, maka hal ini harus ditegaskan didalam kontrak jual beli.
9.2 Syarat Perdagangan F mewajibkan penjual menyerahkan barang kepada pengangkut sesuai instruksi Pembeli. Titik dimana pihak-pihak terkait bermaksud menyerah kan barang pada syarat FCA telah menyebabkan kesulitan karena sangat beragamnya situasi lingkungan yang tercakup dengan Syarat perdagangan yang satu ini. Barang-barang boleh dimuat keatas kendaraan yang dikirim pembeli ditempat kediaman penjual, sebagai alternatip bisa juga barang-barang dibongkar dari kendaraan yang dikirim penjual untuk menyerahkan barang-barang di terminal yang di tunjuk pembeli. Incoterms 2000 menaruh perhatian menganai alternatif ini dengan penjelasan bahwa bila tempat yang disebut dalam kontrak sebagai tempat penyerahan adalah tempat kediaman penjual, maka penyerahan dianggap selesai bila barang-barang telah dimuat keatas kendaraan yang disediakan pembeli, dan dalam kasus selain itu, penyerahan akan dianggap selesai bila barang-barang ditempatkan kedalam kewenangan pembeli, dalam keadaan belum dibongkar dari kendaraan yang disediakan penjual. Variasi yang disebut untuk berbagai alat transport pada syarat FCA A4 Incoterms-1990 tidak dimasukkan lagi dalam Incoterms 2000.
Titik penyerahan pada syarat FOB, yang juga sama untuk syarat CFR dan CIF, tidak dilakukan perubahan dalam Incoterms – 2000, kendati terdapat perdebatan. Sungguhpun ungkapan penyerahan barang “meliwati pagar kapal” yang terdapat dalam FOB sudah dianggap kurang cocok lagi untuk beberapa kasus, hal itu telah dipahami oleh pengusaha. Namun dirasakan bahwa merubah titik penyerahan pada FOB ini akan menimbulkan keragu-raguan yang tidak perlu, khususnya sehubungan dengan penjualan komoditi pertanian yang diangkut dengan kapal charter.
Sayang sekali, term FOB telah dipakai oleh sebagian pengusaha semata-mata untuk menunjukkan tempat penyerahan barang seperti FOB-Factory, FOB-Plant, FOB Ex. Seller's Work atau tempat didaratan
lainnya, dengan melupakan kependekannya yang sebenarnya berarti Free On Board. Jelaslah bahwa pengunaan kata F0B mempunyai tendensi membingungkan dan semestinya dihindari.
Terdapat perubahan yang penting tentang FAS sehubungan dengan kewajiban untuk mengurus formalitas ekspor. Nampaknya sudah lazim bahwa tugas ini dianggap menjadi tanggungjawab penjual ketimbang menjadi tugas pembeli. Untuk menjamin perubahan ini diperhatikan
maka telah diberi tanda dengan mempergunakan huruf besar didalam kata pembukaan dari syarat FAS.
9.3 Syarat Perdagangan C mewajibkan penjual mengadakan kontrak angkutan dengan syarat-syarat yang lazim atas biaya penjual sendiri. Karena itu titik sampai kemana penjual harus membayar ongkos angkut perlu sekali ditegaskan dibelakang syarat perdagangan C yang dipakai. Dalam syarat CIF dan CIP penjual juga berkewajiban untuk menutup asuransi dan membayar premi. Oleh karena titik yang di pakai dalam pemisahan tanggung jawab mengenai biaya ditetapkan disuatu titik di tempat tujuan, maka Syarat C seringkali ditafsirkan secara keliru sebagai “Arrival-Contract”, dimana penjual wajib memikul semua resiko dan biaya sampai barang-barang sampai dititik yang disepakati. Tetapi perlu ditekankan bahwa Syarat C adalah sifatnya sama dengan Syarat F dimina penjual memenuhi kontraknya di negara tempat pengapalan atau pemberangkatan. Karenanya Kontrak Jual Beli atas dasar Syarat C, sama halnya dengan kontrak jual beli atas dasar Syarat F, masuk dalam kategori “Shipment – Contract”.
Sudah menjadi Ciri dari “Shipment Contract” bahwa sementara penjual berkewajiban membayar ongkos angkut yang wajar untuk mengangkut barang dengan trayek dan dengan cara yang lazim sampai ketempat yang disepakati sedangkan resiko kerugian dan kerusakan termasuk biaya tambahan sebagai akibat yang, timbul dari peristiwa yang terjadi setelah barang-barang yang secara benar telah diserahkan kepada pengangkut menjadi tanggungan pembeli. Dengan demikian Syarat C berbeda dengan syarat, perdagangan lainnya mempunyai dua buah titik kritis. Satu menunjukkan titik dimana penjual berkewajiban untuk melaksanakan dan memikul semua biaya pengangkutan, sedangkan yang lain adalah titik perpindahan resiko Karena alasan itu, perlu lebih berhati-hati bila ingin menambah tugas kepada penjual pada Syarat C. Adalah sangat penting pada Syarat C untuk membebaskan penjual dari resiko dan biaya tambahan setelah penjual memenuhi kewajibannya melaksanakan kontrak angkutan dan menyerahkan barang kepada pengangkut serta menutupasuransi dalam hal CIF dan CIP.
Ciri yang penting pula dari Syarat C sebagai “shipment Contract” digambarkan dengan kelaziman mempergunakan kredit berdokumen sebagai cara pembayaran yang disenangi. Sebagaimana disepakati oleh pihak-pihak terkait dalam kontrak jual-belinya, penjual akan dibayar oleh pembeli dengan penyerahan dokumen pengapalan yang disepakati kepada bank melalui pembukaan kredit berdokumen. Kiranya agak bertentangan dengan tujuan pokok dari suatu kredit berdokumen bila penjual masih memikul resiko dan biaya setelah sesaat penjual menerima pembayaran melalui kredit berdokumen itu atau setelah barang dikirimkan atau di berangkatkan. Sudah barang tentu penjual harus membayar ongkos angkut,tanpa perduli apakah ongkos angkut dibayar dimuka sebelum pengapalan, ataukah dapat dibayar ditempat tujuan, namun demikian biaya tambahan yang mungkin terjadi setelah barang dikapalkan akan menjadi beban pembeli
Jika penjual harus menyiapkan kontrak pengangkutan yang menyangkut pembayaran bea-bea, pajak-pajak dan biaya biaya lainnya, maka biaya itu akan menjadi beban penjual, sepanjang hal itu termasuk didalam kontrak. Hal ini secara jelas kini disebutkan didalam pasal A 6 dalam Syarat C. Jika dianggap lazim mengeluarkan beberapa kontrak angkutan yang memuat Syarat “transhipment” di beberapa tempat sebelum mencapai tujuan , maka penjual harus membayar semua biaya-biaya itu , bila barang‑barng harus dipindahkan dari satu alat angkut kepada alat angkut yang lain. Jika pengangkut menuntut hak-haknya berdasarkan pasal - pasal “transhipment” atau klausula yang serupa, yang bertujuan untuk menghindari kendala ( seperti gunung es, kongesti, pemogokan, perintah penguasa, peperangan dan operasi militer) maka semua biaya tambahan sebagai akibatnya akan menjadi beban pembeli, karena kewajiban penjual hanya sebatas kontrak angkutan yang biasa (lazim).
Sering terjadi bahwa pihak-pihak yang terkait dengan kontrak Jual beli ingin memperoleh penegasan sampai dimana penjual harus mengadakan kontrak angkutan termasuk ongkos bongkar, Karena ongkos semacam itu lazimnya sudah termasuk dalam ongkos angkut bila barangbarang diangkut dengan perusahan pelayaran tetap (regular) maka kontrak jual beli sering menjelaskan bahwa barang-barang harus diangkut dengan cara seperti itu atau setidaknya barang - barang diangkut sesuai ketentuan “liner terms ". Dalam kasus lain kata," landed”ditambahkan setelah CFR atau CIF. Tetapi disarankan untuk tidak menambahkan singkatan pada syarat C kecuali, dalam urusan tertentu arti singkatan itu telah dipahami dan diterima oleh pihak-pihak terkait dengan kontrak itu atau dalam hal sesuai dengan ketentuan hukum dan kebiasaan yang berlaku.
Secara khusus, penjual kiranya jangan dan sesungguhnya tidak diperbolehkan tanpa merubah sifat dari Syarat C, untuk mengikat diri melakukan tugas apapun sehubungan dengan sampainya barang-barang ditempat tujuan, karena resiko setiap kelambatan selama pengangkutan menjadi tanggungan pembeli. Karena itu tiap kewajiban yang menyangkut soal waktu seharusnya harus merujuk pada tempat pengapalan atau pemberangkatan. Sebagai contoh “shipment (dispatch ) not later than …”. Persetujuan seperti “CFR Hamburg not later than...” adalah Persetujuan yang keliru dan akan membawa pada kemungkinan perbedaan interpresasi. Pihak-pihak terkait bisa menafsirkan bahwa barang-barang harus sampai di Hamburg pada tanggal yang disebutkan, sehhgga dalam kasus seperti itu, kontrak tidak lagi sebagai “Shipment Contract” tetapi sudah berubah menjadi “Arrival Contrcat” atau dapat juga berarti bahwa penjual harus mengapalkan barang pada satu waktu tertentu yang memungkinkannya untuk sampai di Hamburg sebelum tanggal yang disebut, kecuali terjadi kelambatan karena sebab yang tidak diduga.
Hal ini terjadi dalam perdagangan hasil pertanian dimana barang-barang dibeli pada saat masih dalam pelayaran dilaut, dalam kasus itu ditambahkan kata “afloat = mengambang” di tambahkan pada syarat perdagangan karena resiko kerugian dan kerusakan dalam syarat CFR dan CIF telah pindah dari penjual kepada pembeli, maka bisa timbul kesulitan dalam memberikan interprestasi. Salah satu kemungkinan adalah dengan tetap mempertahankan arti yang biasa dari Syarat CFR dan CIF yang berhubungan dengan pembagian resiko antara penjual dan pembeli, yakni bahwa resiko telah berpindah pada saat pengapalan, hal ini berarti bahwa pembeli dianggap sudah mengetahui segala peristiwa, yang terjadi pada saat kontrak jual beli itu dibuat. Kemudian interprestasi lainnya adalah berpindahnya resiko itu bersamaan waktunya dengan waktu berlakunya kontrak jual beli itu. Kemungkinan yang pertama nampaknya, lebih praktis karena biasanya tidak mungkin untuk memastikan keadaan barang selama masih dalam perjalanan. Karena alasan ini maka United Nations Convention Contract for the International Sale of Goods-1980, pasal 68 menyebutkan bahwa “jika kejadiannya seperti itu, resiko diterima oleh pembeli sejak waktu barang-barang diserahkan kepada pengangkut yang mengeluarkan dokumen yang meruapakan kontrak pengangkutan".
Namun terdapat pengecualian terhadap ketentuan ini yaitu bila “penjual mengetahui atau diduga mengetahui bahwa barang-barang telah hilang atau rusak dan tidak memberitahukan hal itu kenada pembeli". Jadi interpretasi dan CFR din CIF yang diberi tambahan kata “afloat” akan sangat tergantung pada ketentuan hukum yang berlaku untuk kontrak jual beli . Pihak - pihak terkait disarankan untuk memastikan hukum yang akan dipakai dan pemecahan yang diperlukan. Jika ragu-ragu, pihak-pihak terkait dianjurkan untuk memberi penjelasan masalah itu didalam kontraknya.
Didalam praktek, pihak-pihak terkait seringkali terbiasa memakai istilah lama C&F ( atau C and F, C + F). Namun demikian didalam banyak kasus nampaknya mereka menganggap penggunaan istilah ini sama dengan istilah CFR. Untuk menghindari kesulitan dalam memberikan interprestasi dalam kontrak, pihak-pihak terkait haruslah memakai istilah yang benar dari Incoterms yaitu CFR, yang secara luas telah diterima dalam dunia internasional sebagai singkatan dari “Cost and Freight(.. disebut lama pelabuhan tujuan ) ".
Syarat CFR dan CIF dalam pasal A8 dari Incoterms l990, telah mewajibkan penjual untuk memberikan satu copy dari Charterparty bilamana dokumen angkutan (biasanya bill of lading) merujuk pada charterparty, sebagai contoh yang sering disebutkan “ all other terms and conditions as percharterparty”. Kendatipun semua pihak yang terkait dengan kontrak akan selalu dapat memahami semua pihak yang terkait dengan kontrak akan selalu dapat memahami semua pasal dari kontrak yang dibuat nya, namun terbukti bahwa praktek untuk menyediakan charterparty seperti disebut dimuka ini telah menimbulkan masalah khususnya sehubungan dengan transaksi kredit berdokumen. Kewajiban penjual untuk menyediakan satu copy charterparty pada kontrak CFR dan CIF bersama dengan dokumen angkutan lainnya telah dihapuskan dalam incoterms 2000.
Sekalipun dalam pasal 48 dari incoterms berupaya mencari jaminan bahwa penjual memberikan kepada pembeli “bukti penyerahan”, namun perlu ditegaskan bahwa penjual memenuhi kewajibannya itu bilamana dia telah memberikan bukti yang “biasa”. Dalam hal CPT dan CIP haruslah dokumen angkutan yang biasa, dan dalam CFR dan CIF haruslah Bill of Lading Sea Way Bills. Dokumen angkutan haruslah “bersih”, yang berarti bahwa dokumen itu tidak berisi klausula atau catatan-catatan yang menyatakan tentang kondisi cacat dari barang-barang itu atau keadaan pengepakannya. Jika catatan seperti itu terdapat dalam dokumen, maka akan dianggap sebagai dokumen “unclean = kotor” dan karenanya tidak akan diterima oleh bank dalam transaksi kredit berdokumen. Namun perlu dicatat bahwa dokuemen sekalipun tanpa klausula atau catatan itu biasanya juga tidak memberikan kepada pembeli bukti yang tidak dapat dipertengkarkan terhadap pengangkut bahwa barang-barang itu telah dikapalkan sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam kontrak jual beli. Biasanya pengangkut (sebagai lazim dicantumkan dalam bagian muka dokumen angkutan), menolak untuk memikul tanggung jawab sesuai informasi barang-barang itu dengan menunjukkan bahwa semua keterangan yang terdapat dokumen angkutan itu, merupakan pernyataan dari “shippers = pemuat barang “dan karenanya semua informasi itu hanyalah “said to be = seperti dinyatakan”, seperti tercantum dalam dokumen. Dalam sebagian besar ketentuan hukum, pengangkut wajib sekurangnya menyiapkan peralatan yang pantas untuk mengecek kebenaran informasi dan bila dia gagal melakukan hal itubisa berakibat penuntutan tanggung jawab dari penerima barang. Namun dalam bisnis petikemas, pengangkut tidak mempunyai alat untuk melakukan pengecekan, kecuali bila pengangkut itu sendiri yang bertanggung jawab dalam pemuatan petikemas itu.
Terdapat hanya dua syarat perdagangan yang berhubungan dengan asuransi yakni CIF dan CIP. Dalam kedua syarat ini penjual diwajibkan untuk menutup asuransi untuk keuntungan pembeli. Didalam kasus lainnya terserah pada pihak-pihak terkait itu sendiri untuk memutuskan apakah dan untuk seberapa luas mereka mau menutup asuransi bagi kepentingan mereka sendiri.
Karena penjual yang akan menutup asuransi untuk kuntungan pembeli , penjual tidak mengetahui secara tepat kebutuhan pembeli. Pada Institutes Cargo Clauses yang disusun oleh Institute of London Underwriters, asuransi tersedia dengan minimum-cover dibawah Clause C, medium-cover dibawah Clause B dan asuransi dengan resiko maksimum dibawah Clause A.
Karena dalam penjualan komoditas pertanian dengan syarat CIF mungkin sekali pembeli mau menjual barang-barang itu selagi dalam perjalanan kepada pembeli berikutnya yang barangkali mau menjualnya lagi, maka mustahil untuk mengetahui penutupan asuransi yang sesuai untuk kepentingan pembeli - pembeli yang belakangan itu dan karena itu, maka penutupan asuransi dengan pertanggungan minimum telah dipilih secara tradisional untuk transaksi berdasarkan syarat CIF, dengan kemungkinan bagi pembeli untuk meminta kepada penjual untuk menutup asuransi tambahan.
Penutupan asuransi minimum sesunguhnya tidak cocok untuk penutupan asuransi bagi barang-barang pabrik dimana resiko terhadap pencurian, pencoleng atau penanganan yang kasar atau penyimpanan barang-barang membutuhkan pertanggungan yang lebih dari resiko pertanggungan yang tersedia dibawah Clause C. Oleh karena CIP berbeda dari CIF, sehingga biasanya tidak dipakai untuk penjualan barang-barang hasil pertanian maka sebenarnya layak untuk mempergunakan syarat pertangunggan yang lebih luas bagi syarat CIP dari pada mempergunakan minimum – cover yang dipakai untuk CIF. Tetapi dengan membedakan kewajiban penjual dibawah syarat CIF dan CIP dan menyebabkan kegalauan, maka untuk kedua syarat perdagangan itu ditetapkan kewajiban penjual menutup asuransi hanya sebatas minimum – cover. Adalah sangat penting bagi pembeli berdasarkan syarat CIP untuk meneliti : apakah diperlukan untuk melakukan penutupan asuransi tambahan, dia harus mendapatkan persetujuan dengan penjual bahwa yang disebut belakangan ini harus menutup asuransi tambahan, atau sebaliknya pembeli sendiri yang harus mengurus penutupan asuransi tambahan itu. Terdapat hal – hal khusus dimana pembeli ingin memperoleh perlindungan lebih besar dari yang tersedia dibawah Institute Clause A, sebagai contoh asuransi terhadap resiko perang, kerusuhan, huru hara, pemogokan atau gangguan perburuhan lainnya. Jika pembeli mengingini penjual untuk menutup asuransi sedemikian maka pembeli harus mengintruksikan penjual untuk melakukannya, maka dalam hal demikian penjual berkewajiban untuk menutup asuransi semacam itu jika memungkinkan.
Sayarat perdagangan D, adalah berbeda sifatnya dari syarat C, karena menurut syarat D penjual bertanggung jawab atas sampainya barang di tempat yang disepakati atau titik tujuan diperbatasan atau didalam negara pengimpor. Penjual harus bertanggung jawab untuk memikul resiko dan biaya membawa barang-barang itu sampai kesana. Karena itu Syarat D disebut sebagai “Arrival Contract”, sedangkan Syarat C, jelas sebagai kontrak pemberangkatan (Pengapalan).
Dibawah syarat D, kecuali syarat DDP penjual tidak diwajibkan untuk menyerahkan barang-barang yang sudah beres formalitas impornya di negara tujuan.
Secara tradisional, penjual berkewajiban untuk membereskan formalitas impor dibawah Syarat DEQ, disebabkan karena barang-barang harus diturunkan ke dermaga dan lalu dibawa ke negara pengimpor. Tetapi berhubung adanya perubahan dalam pengurusan pabean dibeberapa negara,
maka dianggap lebih pantas pihak yang berdomisili di negara itu mengurus formalitas pabean dan membayar bea masuk dan biaya-biaya lainnya. Karena itu perubahan yang dilakukan untuk syarat DEQ dilakukan dengan alasan yang sama dengan perubahan syarat FAS sebelumnya. Sama halnya seperti syarat FAS, maka perubahan syarat DEQ telah diberi tanda dengan memakai huruf besar dalam kata pendahuluannya.
Ternyata diberbagai negara syarat perdagangan yang tidak termasuk dalam Incoterms telah dipergunakan khususnya dalam lalu lintas kereta api ( franco perbatasan ). Namun dengan syarat itu biasanya tidak dimaksudkan bahwa penjual diharapkan bertanggung jawab atas resiko kerugian atau kerusakan barang-barang selama dalam perjalanan keperbatasan. Akan lebih disukai dalam hal semacam ini untuk mempergunakan syarat CPT dengan menyebut nama perbatasan. Jika sebaliknya pihak-pihak terkait bermaksud supaya penjual memikul resiko selama dalam pengangkutan maka akan lebih cocok bila dipakai syarat DAF.
Syarat perdagangan DDU telah ditambahkan dalam, Incoterms 1990. Syarat ini akan memenuhi kewajibannya bila penjual tersedia menyerahkan barang dinegara tujuan tanpa perlu menyelesaikan formalitas pabean dan membayar bea masuk. Dinegara-negara dimana mengurus formalitas impor dan membayar bea masuk sulit dan memakan waktu yang lama, kiranya akan membawa resiko bila penjual yang mengurus penyerahan barang diluar wilayah pabeannya. Sekalipun menurut pasal B5 dan B6 dari syarat DDU pembeli harus memikul resiko tambahan dan biaya-biaya yang timbul dari kegagalannya mengurus formalitas impor, namun penjual disarankan untuk tidak mempergunakan syarat DDU dinegara-negara yang akan kemungkinan terjadi kesulitan dalam mengurus formalitas impor.
10. Ungkapan “No Obligation = tak ada kewajiban”
Seperti nampak pada ungkapan “the seller must = penjual wajib” dan “the buyer must = pembeli wajib” didalam incoterms hanyalah berhubungan dengan kewajiban-kewajiban yang masing-masing pihak harus lakukan terhadap pihak lain. Kata-kata “No Obligation = tak ada kewajiban” karenanya telah dimasukkan bila dalam satu pihak tidak ada keharusan melakukan kewajiban terhadap pihak lain. Jadi sebagai contoh sesuai pasal A3 seperti disebut penjual wajib mengurus dan membayar kontrak angkutan, maka kita menemukan kata “No Obligation” dibawah judul “contract of carriage = kontrak angkutan” (dalam pasal B3 a) seperti tertera dalam uraian kewajiban pembeli. Begitu pula bila tidak ada satu pihak pun yang kewajiban terhadap pihak lain, maka kata-kata “No Obligation” akan terlihat dalam uraian kedua pihak seperti contoh pada asuransi.
Dalam hal seperti itu, penting untuk diketahui sekalipun satu pihak tidak ada kewajiban untuk melakukan sesuatu kepada pihak lain, hal ini tidak berarti tidak adanya kepentingan melakukan tugas itu. Sebagai contoh kendatipun dalam kontrak CFR, pihak pembeli tidak mewajibkan kepada penjual untuk menutup asuransi seperti disebut dalam pasal B4, namun jelas adalah kepentingan pembeli sendiri untuk menutup kontrak asuransi itu, dan penjual tak ada kewajiban apapun untuk melakukan penutupan asuransi sesuai pasal A4.
11. Variasi dari Incoterms
Dalam praktek sering terjadi bahwa pihak-pihak terkait dengan menambahkan kata-kata pada Incoterms mencari pengertian yang lebih tepat dari apa yang ditawarkan dalam Incoterms. Perlu diketahui bahwa Incoterms tidak memberi petunjuk apapun mengenai tambahan itu. Jika pihak terkait tidak percaya pada kebiasaan perdagangan yang sudah dikenal baik untuk member penafsiran atas tambahan itu, mereka dapat menghadapi masalah serius bila tidak terdapat pengertian yang konsisten dari tambahan itu yang dapat dipakai sebagai bukti.
Sebagai contoh istilah “FOB Stowed” atau “EXW loaded” yang dipakai, adalah mustahil untuk membuat suatu pengertian yang diakui seluruh dunia berakibat bahwa kewajiban penjual diperluas tidak hanya terbatas pada biaya yang sebenarnya dikeluarkan untuk memuat barang kedalam kapal atau keatas alat angkut bersangkutan tetapi juga termasuk resiko kerugian mendadak atau kerusakan yang terjadi karena penyusunan barang serta waktu pemuatan. Karena alasan ini, pihak terkait sangat dianjurkan member ketegasan apakah mereka hanya bermaksud bahwa fungsi dan biaya penyusunan dan pemuatan menjadi tanggungan penjual atau apakah penjual juga bertanggung jawab atas resiko sampai barang-barang itu selesai disusun dan dimuat. Masalah seperti ini tidak dapat ditemukan jawabannya didalam Incoterms : konsekwensinya adalah bila pihak-pihak terkait gagal mencari titik temu, maka hal ini berarti pihak terkait telah mencari-cari kesulitan ; dan mengeluarkan biaya yang sesungguhnya tidak perlu.
Sekalipun Incoterms – 2000 tidak menyajikan aneka variasi ini, tetapi kata pembukuan dari beberapa syarat perdaganggan telah memperingatkan pihak-pihak terkait terhadap keperluan mempergunakan istilah khusus dalam kontrak mereka, jika pihak-pihak itu ingin melakukan penambahan dari keterangan yang terdapat dalam Incoterms
EXW : tambahan kewajiban kepada penjual untuk memuat barang keatas kendaraan yang disediakan pembeli
CIF/CIP : kebutuhan pembeli untuk menutup asuransi tambahan
DEQ : tambahan kewajiban terhadap penjual untuk membayar ongkos setelah barang dibongkar
Dalam beberapa kasus penjual dan pembeli merujuk pada praktek bisnis angkutan dengan liner dan charterparty. Dalam hal ini, adalah perlu untuk membedakan secara jelas antara kewajiban masing-masing pihak dalam hal kontrak angkutan dengan kewajiban masing-masing mereka dalam kontrak jual beli. Sayang sekali tidak ada definisi yang resmi dari istilah seperti “liner terms” dan “ terminal handling charges” (THC). Pembagian biaya pada syarat-syarat seperti itu mungkin saja berbeda ditempat yang berbeda dan berubah dari waktu ke waktu. Pihak terkait disarankan untuk menegaskan didalam kontrak jual beli mereka bagaimana biaya semacam itu harus dibagi antara mereka.
Ungkapan yang sering dipakai didalam perjanjian charter seperti “FOB Stowed”, “FOB Stowed and Trimmed” kadang-kadang dipakai pula dalam kontrak jual beli untuk menegaskan ruang lingkup kewajiban penjual pada kontrak FOB untuk melaksanakan penumpukan dan pembenahan barang-barang diatas kapal. Bila kata-kata itu ditambahkan, perlu ditegaskan dalam kontrak jual-beli apakah penambahan kata itu hanya menambah kewajiban sehubungan biaya ataukah keduanya biaya dan resiko.
Seperti telah dikemukakan, tiap upaya telah dilakukan untuk menjamin bahwa Incoterms merefleksikan praktik bisnis yang sangat lazim. Namun dalam beberapa kasus , khususnya dalam hal Incoterms 2000 berbeda dengan Incoterms 1990, pihak-pihak terkait mungkin mengerti syarat-syarat perdagangan dioperasikan secara berbeda. Mereka diperingatkan tentang pilihan itu dalam kata pembukaan dari setiap syarat perdagangan dengan memakai kata “However”.
12. Kebiasaan di pelabuhan dan pada bisnis khusus
Oleh karena Incoterms merupakan seperangkat Syarat Perdagangan untuk dipakai pada berbagai jenis bisnis dan berbagai daerah, kiranya mustahil untuk menyusun kewajiban-kewajiban masing-masing pihak dengan tepat. Untuk sebagian perlu dirasa untuk merujuk pada kebiasaan di pelabuhan atau bisnis tertentu atau pada praktik-praktik bisnis yang sudah diciptakan sendiri oleh para pelaku bisnis ini sebelumnya (lihat pasal 9 dari UN Convention Contracts fot the International Sale of Goods 1980). Sudah barang tentu sangat diharapkan bahwa penjual dan pembeli akan selalu diberi informasi tentang kebiasaan-kebiasaan itu pada saat mereka melakukan negoisasi atas kontrak mereka, dan bila ditemukan keragu-raguan, mereka seyogjanya mengadakan klarifikasi posisi mereka dengan mencantumkan klausula-klausula yang cocok dalam kontrak jual beli. Syarat-syarat khusus semacam itu didalam tiap-tiap kontrak akan menghapuskan atau akan merubah apapun yang dirumuskan dalam berbagai macam Incoterms itu.
13. Pilihan Pembeli mengenai temat pengapalan.
Dalam berbagai situasi, belum bisa ditentukan pada saat pembuatan kontrak titik atau tempat dimana barang – barang harus diserahkan oleh penjual untuk diangkut. Sebagai contoh rujukan jhanya disebutkan semata-mata pada suatu kawasan atau suatu daerah yang luas, seperti pelabuhan laut, dan biasanya disebutkan bahwa pembeli berkewajiban atau berhak menyebut nama tempat itu kemudian . Jika pembeli berkewajiban untuk menyebut tempat yang yang tepat, dan bila pembeli gagal melakukannya bisa mengakibatkan bahwa dia harus memikul resiko dan biaya tambahan yang diakibatkan oleh kegagalan dalam menunjuk titik yang tepat itu (B5/B7 dari semua syarat). Sebagai tambahan kegagalan pembeli mempergunakan haknya dalam memilih titik, bisa member hak kepada penjual untuk memilih titik yang lebih cocok untuk keperluan itu (FCA A4)
14. Formalitas Pabean
Istlah “Custom Clearance = formalitas pabean” telah menimbulkan salah pengertian. Jadi bila rujukan itu ditujukan terhadap kewajiban penjual atau pembeli untuk melaksanakan tugas sehubungan dengan lewatnya barang-barang melalui pabean dari Negara pengekspor atau Negara pengimpor maka kini ditegaskan bahwa kewajiban ini tidak hanya termasuk pembayaran dari bea-bea dan biaya-biaya lain, tetapi juga menyangkut pelaksanaan dan membayar semua biaya administrasi yang berhubungan dengan lewatnya barang-barang melalui pabean dan memberikan informasi kepada pejabat yang berwenang dalam hubungan ini.
Selanjutnya, juga dianggap kurang tepat untuk mempergunakan syarat perdagangan ini yang berhubungan dengan kewajiban untuk menyelesaikan urusan pabean seperti dalam hal Intra European Union atau pada kawasan bebas lainnya, dimana tidak ada lagi kewajiban untuk membayar bea-bea dan tidak ada lagi pembatasan lalu lintas barang ekspor – impor. Untuk menjernihkan hal ini akan dipakai kata-kata A2 dan B2, A6 dan B6 didalam Incoterms bersangkutan untuk memungkinkan mereka memakai Incoterms tanpa ragu-ragu bila formalitas pabean tidak diperlukan.
Adalah wajar bila pabean diurus oleh pihak yang berdomisili di Negara dimana urusan formalitas pabean itu akan dilakukan atau sekurangnya oleh orang yang dikuasakan. Jadi adalah wajar bila eksportir yang mengurus formalitas ekspor, sedangkan importir yang wajar mengurus formalitas impor.
Incoterms-1990 telah menyimpang dari ketentuan ini pada syarat perdagangan EXW dan FAS (kewajiban formalitas ekspor pada pembeli) dan DEQ (kewajiban formalitas impor pada penjual) tetapi pada Incoterms – 2000 Syarat FAS dan DEQ menempatkan kewajiban mengurus formalitas ekspor menjadi kewajiban eksportir dan pengurusan formalitas impor menjadi tugas pembeli, sementara EXW merupakan kewajiban minimum bagi penjual tetapi tidak berubah (dimana pengurusan formalitas ekspor tetap oleh pembeli). Dalam hal syarat DDP penjual secara khusus menyetujui sesuai dengan arti istilah itu sendiri yaitu Delivered Duty Paid yakni mengurus formalitas impor dan membayar bea-bea apapun yang berhubungan dengan itu.
15. Pengepakan
Dalam banyak kasus, pihak-pihak terkait mestinya sudah tahu sebelumnya jenis pengepakan yang dibutuhkan untuk pengangkutan yang aman bagi barang-barang sampai di tempat tujuan. Namun karena kewajiban penjual dalam mengepak barang-barang berbeda sesuai dengan jenis dan lamanya barang dalam perjalanan, maka dirasa perlu untuk menegaskan bahwa penjual berkewajiban untuk mengepak barang sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan alat angkut bersangkutan, namun hanya sepanjang penjual diberitahu sebelumnya sebelum kontrak jual beli dibuat (lihat pasal 351 dan 35.2 dari UNCCISC-1980 termasuk ketentuan bahwa pengepakan itu, harus cocok sesuai dengan tujuan khusus yang diberitahukan kepada penjual pada saat menyusun kontrak jual beli, kecuali dalam hal dimana pembeli tidak percaya, atau tidak mungkin untuk mempercayai kemampuan dan pertimbangan penjual)
16. Pemeriksaan barang
Dalam banyak kasus, pembeli dianjurkan untuk megurus pemeriksaan atas barang-barang, sebelum atau pada saat barang-barang itu diserah terimakan oleh penjual kepada pengangkut (yang disebut PreShipment Inspection /PSI). Kecuali bila kontrak menyebut sebaliknya, pembeli harus membayar ongkos pemeriksaan yang dilakukan untuk kepentingan pembeli itu sendiri. Tetapi bila inspeksi itu dilakukan untuk memungkinkan penjual memenuhi kewajibannya memenuhi peraturan perundangan yang berlaku dinegaranya sendiri untuk espor, maka penjuallah yang harus membayar pemeriksaan itu, kecuali dalam hal syarat EXW, dalam hal mana biaya pemeriksaan menjadi tanggungan pembeli.
17. Jenis alat angkutan dan Syarat Incoterms – 2000 yang cocok.
Alat angkut mana saja :
Group E EXW Ex Works (…disebut nama tempat)
Group F FCA Free Carrier (…disebut nama tempat)
Group C CPT Carried Paid to (…disebut nama tempat tujuan)
CIP Carriage and Insurance paid to (…disebut nama tempat tujuan)
Group D DAF Delivered At Frontier (..disebut nama tempat)
DDU Delivered Duty Unpaid (…disebut nama tempat tujuan)
DDP Delivered Duty Paid (…disebut nama tempat tujuan)
Angkutan laut dan Sungai saja :
Group F FAS Free Alongside Ship (…disebut nama pelabuhan pengapalan)
FOB Free On Board (… disebut nama pelabuhan pengapalan)
Group C CFR Cost and Freight (…disebut nama pelabuhan tujuan)
CIF Cost Insurance and Freight (…disebut nam pelabuhan tujuan)
Group D DES Delivered Ex Ship (…disebut nama pelabuhan tujuan)
DEQ Delivered Ex Quay (…disebut nama pelabuhan tujuan)
18. Saran Pemakaian
Dalam beberapa kasus, kata pendahuluan menyarankan penggunaan atau sebaliknya tidak menggunakan Syarat Perdagangan tertentu. Hal ini penting sehubungan dengan pilihan antara FCA dan FOB. Disayangkan pengusaha masih terus mempergunakan FOB, diluar yang semestinya yang menyebabkan penjual harus memikul resiko sesudah melakukan serah terima barang kepada pengangkut yang ditunjuk pembeli. FOB hanya pantas dipakai bila barang-barang dimaksudkan akan diserah terimakan “melewati pagar kapal” atau dalam hal ini apapun keatas kapal dan bukan dimana barang-barang diserah terimakan kepada pengangkut untuk selanjutnya diuat ke atas kapal , umpama disimpan didalam petikemas atau dimuat dalam gerobak atau gerbong dalam hal seperti lazim dikenal dengan lalu lintas “roll and roll”. Karena itu telah dibuat peringatan keras dalam kata pembukaan FOB, bahwa syarat FOB ini jangan dipakai bila pihak-pihak terkait tidak bermaksud menyerahkan barang melewati pagar kapal.
Bisa terjadi bahwa pihak-pihak terkait secara keliru telah mempergunakan syarat perdagangan ini untuk pengangkutan laut bersamaan dengan mempertimbangkan kemungkinan mengangkut dengan jenis alat angkut yang lain. Hal ini bisa menempatkan penjual dalam posisi yang sulit dimana dia tidak mungkin untuk menyerahkan dokumen yang cocok kepada pembeli (misalnya bill of lading, sea waybill atau dokumen elektronik lainnya). Skema yang dicetak dalam angka 17 diatas dengan jelas menyebutkan syarat-perdagangan yang mana dari Incoterms-2000 yang cocok untuk dipakai untuk tiap alat transport. Juga ditunjukkan dalam setiap pendahuluan dari masing-masing syarat perdagangan apakah syarat itu dapat dipakai untuk semua jenis alat angkut atau hanya boleh dipakai untuk alat angkut melalui laut saja.
19. Bill of lading dan dokumen electronika.
Secara tradisional hanya “the On Board Bill of lading” yang dapat diterima untuk diajukan oleh penjual dibawah Syarat Perdagangan CFR dan CIF.
Bill of Lading memenuhi tiga fungsi utama yang penting yaitu :
- Bukti dari penyerahan barang diatas kapal
- Bukti atas kontrak angkutan dan
- Alat untuk melakukan pemindahan hak terhadap barang yang ada dalam perjalanan kepada pihak lain dengan cara melakukan pemindahan dokumen kertas itu kepadanya
Dokumen angkutan selain bill of lading hanya memenuhi dua fungsi dari tiga fungsi yang disebut terdahulu, namun tidak dapat mengawasi penyerahan barang ditempat tujuan atau memungkinkan pembeli menjual barang selagi dalam perjalanan dengan cara menyerah terimakan dokumen kertas itu kepada pembelinya. Sebagai penggantinya, dokumen angkutan lain itu harus menyebut nama mereka yang berhak untuk menrima barang-barang itu di tempat tujuan. Fakta bahwa pemilikan atas bill of lading itu dibutuhkan untuk bisa mendapatkan barang-barang itu dari pengangkut ditempat tujuan, telah menimbulkan kesulitan untuk mengganti dokumen itu dengan alat komunikasi elektronis.
Lebih lanjut, sudah menjadi kebiasaan untuk menerbitkan bill of lading itu dalam beberapa lembar asli, tetapi adalah penting sekali bagi pembeli atau bank yang bertindak atas perintahnya untuk membayar penjual untuk memperoleh jaminan bahwa semua lembaran asli itu supaya diserahkan seluruhnya oleh penjual (lazim disebut set lengkap). Hal ini juga menjadi kewajiban dalam Peraturan KDI untuk Kredit Berdokumen (lazim disebut ICC – UCP – Dc – 500).
Dokumen angkutan harus membuktikan tidak hanya penyerahan barang kepada pengangkut tetapi juga bahwa barang-barang itu, sepanjang bisa dipastikan oleh pengangkut, haruslah diterima dalam keadaan baik. Setiap ada catatan dalam dokumen angkutan yang menunjukkan bahwa barang-barang itu tidak dalam kondisi seperti itu, maka menjadikan dokumen itu menjadi “unclean = kotor” dan akan menyebabkan dokumen itu tidak akan diterima dalam rangka UCP.
Diluar dari sifat legalitas dari bill of lading diharapkan bahwa dokumen itu akan dapat diganti dengan dokumen elektronik dimasa datang yang sudah dekat ini. Dalam Incoterms versi 1990 telah diperhitungkan kemungkinan ini. Sesuai dengan pasal A8 maka dokumen kertas boleh diganti dengan pesan elektronis asalkan pihak-pihak terkait sepakat untuk berkomunikasi dengan alat elektronika. Pesan-pesan itu dapat dikirimkan langsung kepada pihak-pihak bersangkutan atau melalui pihak ketiga yang menyediakan pelayanan tambahan itu. Salah satu pelayanan yang biasanya tersedia oleh pihak ketiga itu adalah pendaftaran dari para pemegang dari bill of lading. Sistem penyajian itu seperti yang lazim disebut Pelayanan BOLERO, mungkin membutuhkan dukungan selanjutnya dari norma-norma hukum yang cocok seperti ditunjukkan oleh CMI-1990 tentang Peraturan bill of lading elektronika dan pasal 16-17 dari 1996-UNCITRAL. Model hokum mengenai elektronika bisnis.
20. Dokumen angkutan Non-negotiable pengganti bill of lading
Dalam tahun-tahun terakhir ini, telah tercapai penyederhanaan dari dokumen-dokumen praktik. Bill of lading telah sering diganti dengan dokumen “non negotiable = yang tak dapat diperdagangkan”, yang sama dengan dokumen-dokumen lain yang dipakai oleh alat angkutan lain, selain dari angkutan laut. Dokumen itu disebut dengan “Sea Waybill”, “Liner Waybills”, “Freight Receipts” atau aneka nama lainnya.
Dokumen “Non Negotiable” ini cukup memuaskan untuk dipakai kecuali bila pembeli ingin untuk menjual barang-barang selagi dalam perjalanan dengan cara menyerahkan dokumen kertas kepada pembeli yang baru. Untuk memungkinkan hal ini, maka kewajiban penjual untuk menyerahkan bill of lading dalam hal CFR dan CIF masih perlu dipertahankan. Namun bila pihak-pihak terkait mengetahui bahwa pembeli tidak akan melakukan penjualan barang-barang selagi dalam perjalanan, mereka boleh secara khusus mengadakan kesepakatan yang membebaskan penjual dari kewajiban untuk menyerahkan bill of lading atau sebagai gantinya mereka boleh mempergunakan Syarat CPT dan CIP bila mereka tidak membutuhkan penyerahan Bill of lading
21. Hak untuk memberikan instruksi kepada pengangkut
Pembeli yang membayar harga barang-barang sesuai Syarat C, harus mendapat jaminan bahwa penjual setelah menerima pembayaran harus dihindari dari kemungkinan membatalkan penyerahan barang dengan memberikan instruksi baru kepada pengangkut. Beberapa dari dokumen angkutan yang dipakai untuk alat angkut khusus (udara, jalan darat dan kereta api) menawarkan kepada pihak-pihak terkait suatu kemungkinan untuk melarang penjual memberikan instruksi baru semacam itu kepada pengangkut, dengan cara memberikan kepada pembeli dokumen Waybill yang khusus asli atau duplikat. Tetapi dokumen yang dipakai sebagai pengganti bill of lading untuk pengangkutan laut tidak biasanya mengandung fungsi pelarangan seperti itu. Komite Maritim Internasional telah memberikan pengganti dari kekurangan ini dengan memperkenalkan “1990 Uniform Rules for Sea Waybills” yang memungkinkan pihak-pihak terkait untuk mencantumkan klausula “No-disposal = Tidak boleh dijual” di mana penjual melepaskan haknya untuk menjual barang-barang itu dengan cara memberikan instruksi kepada pengangkut untuk tidak menyerahkan barang-barang itu kepada siapapun atau ketempat lain selain kepada orang disebut dalam Waybill itu.
22. Perwasitan KDI
Pihak-pihak yang terkait dengan kontrak yang ingin memilih perwasitan dari Kamar Dagang Internasional bila terjadi perselisihan antara mereka haruslah dengan secara khusus menyebutkan dalam kontrak mereka akan tunduk pada ketentuan Perwasitan dari KDI, atau bila tidak terdapat dalam dokumen kontrak itu, haruslah terdapat dalam salah satu korespondensi mereka yang menyatakan adanya persetujuan antar mereka. Fakta yang menunjukkan adanya satu atau dua syarat Incoterms di dalam kontrak atau didalam korespondensi TIDAK dengan sendirinya merupakan persetujuan pemilihan atas penggunaan perwasitan dari KDI.
KDI merekomendasikan pemakaian klausula yang baku mengenai perwasitan sebagai berikut :
All disputes arising out of or in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said Rules.
artinya
Semua perselisihan yang timbul sehubungan dengan kontrak ini akhirnya akan diselesaikan sesuai dengan aturan perwasitan dari Kamar Dagang Internasional melalui penunjukkan seorang atau lebih wasit yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan ini.
Jakarta : 21 Nopember 1999
Diterjemahkan dari:
INCOTERMS-2000 ICC No.560
23. Apa yang dimaksud dengan Syarat Perdagangan ?
Sebagaimana dimaklumi , tujuan pokok memilih Syarat Perdagangan dalam perdagangan internasional adalah untuk menentukan titik atau tempat dimana penjual harus memenuhi kewajibannya melakukan penyerahan barang secara pisik dan yuridis kepada pembeli
Titik atau tempat penyerahan itu juga merupakan titik batas dimana resiko atas barang (terhadap kehilangan, rusak, urusan angkutan lanjutan dan biaya penimbunan) dari penjual berakhir, dan dari titik atau tempat itu pula pembeli memulai memikul resiko atas barang
Gambaran selengkapnya mengenai hubungan antara syarat Perdagangan dengan titik dan tempat penyerahan barang untuk masing-masing Syarat Perdagangan adalah sebagai Berikut :
1. EXW = EX WORKS (…disebut nama tempat)
“Ex Works” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang, bila dia telah menempatkan barang-barang itu untuk pembeli di tempat kediaman Penjual atau tempat lain yang ditentukan (yakni tempat kerja, pabrik, gudang dll), belum diurus formalitas ekspornya dan juga tidak dimuat ke atas kendaraan pengangkut manapun syarat ini merupakan kewajiban yang paling ringan bagi Penjual, dan Pembeli wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan kewajiban untuk mengambil barang-barang itu dari tempat Penjual. Namun bila pihak-pihak mengingini Penjual bertanggungjawab untuk memuat barang-barang pada saat pemberangkatan dan memikul semua resiko dan biaya pemuatan itu, maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas di dalam Kontrak Jual Beli.
Syarat ini jangan dipakai bila Pembeli tidak mungkin mengurus formalitas ekspor, baik langsung maupun secara tidak langsung. Didalam hal seperti itu, maka sebaiknya dipakai Syarat FCA, asal saja Penjual setuju bahwa dia akan melakukan pemuatan barang atas biaya dan resikonya sendiri
2. FCA = FREE CARRIER (…disebut nama Tempat)
“Free Carrier” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang, yang sudah mendapat izin ekspor, kepada pengangkut yang ditunjuk Pembeli di tempat yang disebut. Harus dicatat bahwa pemilihan tempat penyerahan mempunyai dampak pada kewajiban muat bongkar barang-barang di tempat itu. Jika penyerahan terjadi di tempat Penjual, maka Penjual bertanggungjawab untuk memuat. Jika penyerahan terjadi di tempat lain. Penjual tidak bertanggungjawab untuk membongkar.
Syarat ini dapat dipergunakan tanpa memandang jenis alat angkut, termasuk alat angkut aneka wahana.
Pengangkut berarti setiap orang dalam kontrak angkutan, yang bertanggungjawab untuk mengangkut atau menjamin untuk mengangkut dengan kereta api, jalan raya, udara, laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.
Jika pembeli menunjuk orang selain dari Pengangkut untuk menerima barang-barang itu, maka Penjual dianggap telah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang bila barang itu telah diserahkannya kepada orang itu.
3. FAS = FREE ALONGSIDE SHIP (.. disebut nama pelabuhan Pengapalan)
“Free Alongside Ship” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang, bila barang-barang itu ditempatkan disamping kapal di pelabuhan Pengapalan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli wajib memikul semua biaya dan semua resiko kehilangan atau kerusakan atas barang-barang mulai saat itu. Syarat FAS menuntut Penjual mengurus formalitas ekspor, Syarat ini berlawanan dengan versi Incoterms sebelumnya yang menuntut pembeli untuk mengurus formalitas ekspor.
Namun bila pihak-pihak bersangkutan mengingini supaya Pembeli mengurus formalitas ekspor, maka hal ini harus ditegaskan dengan cara menambahkan kata yang tegas didalam Kontrak Jual – Beli. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja
4. FOB = FREE ON BOARD (…disebut nama Pelabuhan Pengapalan)
“Free On Board” berarti bahwa penjual melakukan penyerahan barang-barang bila barang-barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan disebut. Hal ini berartibahwa pembeli wajib memikul biaya dan resiko atas kehilangan atau kerusakan barang mulai dari titik itu.
Syarat FOB menuntut penjual untuk mengurus formalitas ekspor. Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang melewati pagar kapal, maka syarat FCA yang harus dipakai.
5. CFR = COST AND FREIGHT (..disebut nama Pelabuhan Tujuan)
“Cost and Freight” berarti bahwa Penjual melakukan penyerahan barang-barang bila barang-barang melewati pagar kapal di pelabuhan pengapalan.
Penjual wajib membayar biaya-biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke Pelabuhan tujuan yang disebut. Tetapi resiko hilang atau kerusakan atas barang-barang, termasuk setiap biaya tambahan sehubungan dengan peristiwa yang terjadi setelah waktu penyerahan itu berpindah dari Penjual kepada Pembeli.
Syarat CFR menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.
Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai saja. Jika pihak-pihak terkait tidak bermaksud melakukan penyerhan barang meliwati pagar kapal, maka sebaiknya memakai Syarat CPT
6. CIF = COST INSURANCE AND FREIGHT (…disebut nama Pelabuhan Tujuan)
“Cost Insurance and Freight” berarti bahwa Penjual melakukan Penyerahan barang-barang bila barang-barang itu melewati pagar kapal di Pelabuhan Pengapalan.
Penjual wajib membayar semua biaya dan ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ke Pelabuhan Tujuan yang disebut. Tetapi resiko hilang atau kerusakan atas barang-barang, termasuk setiap biaya tambahan sehubungan dengan peristiwa itu telah berpindah dari Penjual kepada Pembeli. Namun dalam Syarat CIF, Penjual wajib pula menutup asuransi angkutan laut terhadap resiko rugi atau kerusakan atas barang yang mungkin diderita Pembeli selama barang dalam perjalanan.
Berkenaan dengan itu, Penjual wajib menutup asuransi dan membayar premi. Pembeli perlu mencatat bahwa dengan syarat CIF, Penjual diwajibkan menutup asuransi hanya dengan syarat pertanggungan minimum. Sekiranya Pembeli mengingini perlindungan yang lebih besar, maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan Penjual secara tegas, atau Pembeli sendiri harus mengurusi asuransi tambahan itu.
Syarat CIF menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.
Syarat ini hanya dapat dipakai untuk angkutan laut dan sungai. Jika pihak-pihak bersangkutan tidak bermaksud untuk menyerahkan barang melewati pagar kapal, maka syarat CIP yang harus dipakai.
7. CPT = CARRIAGE PAID TO (…disebut Nama Tempat Tujuan)
“Carriage Paid to…” berarti bahwa Penjual menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditunjuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangut barang-barang itu sampai ketempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli memikul semua resiko dan membayar setiap ongkos yang timbul setelah barang-barang yang diserahkan secara demikian.
“Carrier” berarti setiap orang yang mengadakan kontrak angkutan, bertanggung jawab melakukan atau menjamin terlaksananya pengangkutan dengan kereta api, jalan darat, udara laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.
Sekiranya dipakai pengangkut-pengangkut pengganti untuk meneruskan pengangkutan sampai ketempat tujuan yang dijanjikan, maka resiko (Penjual) berakhir bila barang-barang telah diserahkan kepada pengangkut pertama.
Syarat CPT mewajibkan penjual mengurus formalitas ekspor.
Syarat ini boleh dipakai untuk alat angkut apa saja, termasuk alat angkut aneka wahana (Multimodal Transport)
8. CIP = CARRIAGE AND INSURANCE PAID TO (…disebut nama tempat tujuan)
“Carriage and Insurance paid to…”berarti bahwa Penjual menyerahkan barang-barang kepada pengangkut yang ditujuknya sendiri, tetapi penjual wajib pula membayar ongkos angkut yang perlu untuk mengangkut barang-barang itu sampai ketempat tujuan yang disebut. Hal ini berarti bahwa Pembeli memikul semua resiko dan membayar setiap ongkos yang timbul setelah barang-barang yang diserahkan secara demikian. Namun dalam hal CIP, Penjual juga wajib menutup asuransi terhadap resiko rugi dan kerusakan atas barang yang menimpa pembeli selama barang dalam perjalanan.
Pembeli perlu mencatat bahwa dengan syarat CIP, Penjual dituntut untuk menutup asuransi hanya dengan syarat minimum. Sekiranya Pembeli mengingini perlindungan yang lebih besar, maka pembeli perlu mengadakan persetujuan dengan Penjual secara tegas, atau pembeli sendiri harus mengurus asuransi tambahan itu.
“Carrier” berarti setiap orang yang mengadakan kontrak angkutan, bertanggung jawab melakukan atau menjamin terlaksananya pengangkut dengan kereta api, jalan darat, udara, laut, sungai atau dengan kombinasi dari alat angkut itu.
Sekiranya dipakai pengangkut-pengangkut pengganti untuk meneruskan pengangkut sampai ketempat tujuan yang dijanjikan, maka resiko (penjual) berakhir bila barang-barang telah diserahkan kepada pengangkut pertama.
Syarat CIP menuntut Penjual untuk mengurus formalitas ekspor.
Syarat ini boleh di pakai untuk alat angkut apa saja, termasuk alat angkut aneka wahana (Multimodal Transport)
9. DAF = DELIVERED AT FRONTIER (…disebut tempat)
“Delivered at Frontier” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu telah ditempatkan kedalam kewenangan pembeli pada saat datangnya alat angkut, belum dibongkar, sudah diurus formalitas ekspornya, namun belum diurus formalitas impornya, di tempat atau pada titik yang disebut di wilayah perbatasan, tetapi belum memasuki wilayah pabean dari Negara yang bertetangga. Istilah “frontier” boleh dipakai untuk daerah perbatasan mana saja, termasuk perbatasan dari Negara pengekspor itu sendiri. Oleh karena itu adalah penting sekali untuk merumuskan secara tepat tentang perbatasan itu, dengan selalu menyebut titik dan tempat dalam syarat itu.
Namun, bila pihak-pihak terkait mengingini penjual untuk bertanggung jawab membongkar barang-barang dari alat angkut yang baru sampai itu dan memikul resiko dan biaya pembongkaran, maka hal ini harus dibuat sejelas-jelasnya dengan menambahkan dengan kata-kata yang tegas di dalam kontrak jual beli yang bersangkutan.
Syarat ini boleh dipakai untuk alat angkut apa saja bilamana barang-barang itu harus diserahkan di perbatasan daratan. Bila penyerahan itu harus dilakukan di pelabuhan tujuan, di atas kapal atau di dermaga, supaya dipakai syarat DES atau DEQ.
10. DES = DELIVERED EX SHIP (.. disebut nama pelabuhan tujuan)
“Delivered Ex Ship” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu ditempatkan kedalam kewenangan pembeli diatas kapal, belum diurus formalitas impornya, dipelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kepelabuhan tujuan yang disebut sebelum dibongkar. Bila pihak-pihak terkait mengingini memikul biaya dan resiko dan pembongkaran barang-barang itu, maka sebaiknya dipakai syarat DEQ. Syarat ini hanya dapat dipakai bila barang-barang akan diserahkan melalui laut atau sungai atau dengan alat angkut aneka wahana diatas kapal dipelabuhan tujuan.
11. DEQ = DELIVERED EX QUAY (..disebut nama pelabuhan tujuan)
“Delivered EX Quay” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang bila barang-barang itu ditempatkan dalam kewenangan pembeli diatas dermaga, belum diurus formalitas importnya, dipelabuhan tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kepelabuhan tujuan yang disebut dan membongkar barang-barang itu diatas dermaga. Syarat DEQ menuntut pembeli mengurus formalitas impor dan membayar semua biaya resmi , bea masuk, pajak-pajak dan biaya-biaya lain yang dipungut atas impor.
Syarat ini adalah kebalikan dari versi Incoterms sebelumnya yang mengharuskan penjual untuk mengurus formalitas impor. Jika pihak-pihak terkait mengingini semua atau sebagian biaya pengimporan atas barang menjadi tanggungan pihak penjual maka hal ini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas didalam kontrak jual beli.
Syarat ini hanya dipakai bila barang-barang itu kan diserahkan melalui laut, sungai atau alat angkutan aneka wahana yang dibongkar dari suatu kapal keatas dermaga di pelabuhan tujuan. Namun bila pihak-pihak terkait mengingini untuk memasukkannya mejadi tanggung jawab penjual atas semua resiko dan biaya pengelolaan barang-barang mulai dari dermaga ketempat-tempat lain (gudang, terminal, stasiun angkutan, dll), didalam kawasan atau diluar kawasan pelabuhan supaya dipakai syarat DDU atau DDP.
12. DDU = DELIVERED DUTY UNPAID (…disebut nama tempat tujuan)
“Delivered Duty Unpaid” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, belum diurus formalitas impornya, dan belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. Penjual wajib memikul semua biaya dan resiko yang terkait dengan pengangkutan barang-barang itu sampai kesana, kecuali bea masuk (istilah ini termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi /formalitas bea masuk pajak-pajak dan biaya lainnya) yang diperlukan dinegara tujuan. Bea masuk semacam itu harus dipikul oleh pembeli termasuk semua biaya dan resiko yang disebabkan oleh kegagalannya mengurus formalitas impor pada waktunya.
Namun bila pihak-pihak terkait mengingini penjual yang akan mengurus formalitas kepabeanan dan memikul biaya dan resiko yang ditimbulkannya, termasuk biaya impor lainnya, maka hal ini harus ditegaskan dengan cara, menambahkan kata-kata yang jelas didalam kontrak jual beli.
Syarat ini dapat dipakai untuk alat angkut apa saja, tetapi bila penyerahan barang akandilakukan dipelabuhan tujuan diatas kapal atau diatas dermaga, supaya dipakai syarat DES atau DEQ
13. DDP = DELIVERED DUTY PAID (…disebut nama tempat tujuan)
“Delivered Duty Paid” berarti bahwa penjual menyerahkan barang-barang kepada pembeli, sudah diurus formalitasnya, namun belum dibongkar dari atas alat angkut yang baru datang ditempat tujuan yang disebut. Penjual memikul semua biaya-biaya dan resiko yang dengan pengangkutan barang itu sampai kesana, termasuk biaya masuk apapun (istilah ini termasuk tanggung jawab mengurus formalitas pabean, pembayaran biaya resmi (formalitas) bea masuk, pajak-pajak dan biaya lainnya) yang diperlakukan dinegara tujuan .
Sementara syarat EXW menggambarkan tanggung jawab yang minimal dari penjual, maka syarat DDP memberikan gambaran suatu tanggung jawab yang maksimal kepada penjual.
Syarat ini janganlah dipakai bila secara langsung atau tidak langsung penjual tak akan mungkin memperoleh ijin impor. Namun, bila pihak-pihak terkait ingin untuk mengeluarkan dari tanggung jawab penjual terhadap beberapa jenis biaya yang dikenakan atas impor barang-barang (seperti pajak penambahan nilai /VAT) , maka halini harus dijelaskan dengan cara menambahkan kata-kata yang tegas didalam kontrak jual beli.
Bila pihak-pihak terkait mengingini pembeli yang akan memikul semua resiko dan biaya pengimporan ini, maka dipakai syarat DDU.
Syarat ini boleh dipakai untuk jenis alat angkut mana saja, tetapi bila penyerahan barang akan dilakukan dipelabuhan tujuan diatas sebuah kapal atau diatas dermaga akan dipakai syarat DES dan DEQ.
Diterjemahkan dari Incoterms – 2000
ICC Publication No. 560
Mulai berlaku sejak : 1 Januari 2000
Jakarta : 14 Nopember 1999
AMS